TEKANAN


Matahari sudah terlihat di ujung timur, cahayanya jatuh ke seluruh belantara hutan, di ujung timur negeri nusantara ini. Padahal di ujung barat masih belum terkena cahaya, dan masih hanyut dalam tidur lelapnya,mungkin sebentar lagi akan bangun.
Seperti para tumbuhan di hutan timur, sudah mulai merekahkan telapak daunnya untuk menadahi embun yang berjatuhan, katanya untuk sarapan pagi, mungkin sebagai nasinya. 

Lawuknya juga mungkin dari cahaya yang juga jatuh tadi, diaduk-aduk dulu, lalu disantap, "seperti nasi pecel hangat" kata mereka.

Sorak-sorai tanpa jeritan itu begitu membahagiakan, aktivitas pagi dimulai ketika suara kokok ayam jantan hutan bergema.

Para pohon memulai aktivitasnya tanpa bergerak, hanya bergoyang. Tapi sayang, mereka tak bisa jalan-jalan, atau lari pagi seperti di kota pada umumnya. Mereka menyalahkan akar, lalu apa kata akar? 

"jika aku tak ada, kau-kau ini akan tidur selamanya" kata akar sembil melotot kesal
"ampun bos..!!" jawab batang, daun, ranting serentak. Sambil meringis pastinya.

Semua sedang bahagia pagi ini. Hutan ini kelihatan ramai, mungkin karena kepadatan penduduknya, saking padatnya, sampai tak ada jalan setapak yg dapat dibuat (kecuali dengan ilmu kerakusan tikus berdasi). 

Pohon-pohon saling menyapa tetangganya, dengan sentuhan ujung rantingnya, seperti bersalaman. Yang besar menyapa yang besar, yang kecil merangkul yang kecil.

Semua saling berbagi senyuman di bawah naungan cahaya mentari. Kecuali satu pohon paling besar ditengah hutan, pohon paling tinggi, paling lebat, paling besar, dengan akar-akar atasnya yang menjuntai kebawah, seperti rambut nenek lampir. 

Namun ia saat ini sedang tak senang seperti yang lain. Ia sedang bersitegang dengan tumbuhan rambat yang bertahun-tahun selalu menempel di tubuhnya.

"hey bajingan.! Menyingkir kau dari tubuhku. Aku risih dengan mu di sini. Kau selalu mengganggu ku sejak aku kecil" ujar pohon itu dengan nada marah. Tumbuhan rambat diam sebentar mendengar teguran itu

"aku tak berniat mengganggu mu" jawabnya sambil menunduk. Tumbuhan rambat gentar dengan wibawa pohon besar itu. Pohon paling besar di hutan ini, semua pohon segan dengannya, jika ada akarnya yang menjalar, pohon di sampingnya lebih memilih mengalah, dari pada harus melawan atau memarahinya, karena takut. 

Tapi beda dengan tumbuhan rambat, yang malah berani mengganggunya.
"aku hanya mengikuti kodrat, bukan bermaksud untuk melawan, aku tak mampu menghentikan alur tumbuh tubuh ku sendiri" ujarnya dalam hati, sambil menunggu perkataan pohon besar selanjutnya.

"Tapi aku merasa terganggu.!" balas pohon dengan nada yang semakin keras. Pohon rambat semakin menunduk, ia takut dengan gertakannya. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa, malah pagi itu, tubuhnya tetap tumbuh memasuki sela-sela ranting pohon besar. 

Ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk menjawab amarah pohon besar, takut jika tak menjawab, akan semakin marah dia. "maafkan aku. tapi sungguh, aku tak bermaksud mengganggu mu" ucap tumbuhan rambat, dengan nada yang sedikit ditekan. 

Seperti suara orang sedang memohon, pelan tapi berat. "lalu apa maksudmu sebenarnya ada disini? Aku merasa tertekan dengan ulah mu" ujar pohon besar menyelidik. Tumbuhan rambat terdiam kembali. Berfikir keras untuk mendapatkan jawaban yang pas, agar nanti pohon besar tidak semakin marah.

Keadaan sunyi sejenak, hanya terdengar hembusan nafas pohon besar yang sangat menyejukkan, berhembus ke segala arah diiringi goyangan batang dan rantingnya yang kekar. 

Membuat pohon itu semakin perkasa, menimbulkan aura kedigdayaan di hutan itu. Pohon-pohon yang lain tak mau ikut campur, bukan karena tak peduli atau apa, tapi mereka tak ingin dirinya juga kena getahnya.

Tiba-tiba terdengar seorang berbicara dengan lirih. Ya, itu suara tumbuhan rambat, sepertinya ia sudah siap menjawab.

"aku tak bisa berbuat banyak dengan tubuh ku sendiri, ini seperti sudah kodrat ku untuk mengganggu mu, untuk menekan mu. Mungkin supaya engkau bisa melebihi perkembangan Pohon-pohon lain di hutan ini. Kau lebih besar dari yang lain, kau lebih kuat, kau satu-satunya pohon yang disegani di hutan ini. Mungkin... 

Semua yang ada di sini merasa aman karena ada kau, mereka beranggapan bahwa engkau sanggup melindungi hutan ini, aku pun juga merasa seperti itu. Bisa jadi aku ditakdirkan menekan mu, supaya engkau bisa jadi seperti ini" ujar tumbuhan rambat sambil tetap menunduk.

Pohon besar itu diam sejenak, merenungi perkataan tumbuhan rambat barusan. Pohon-pohon yang lain juga tanpa sadar mengangguk mengiyakannya. Semua sunyi, hanya terdengar angin berhembus yang menggugurkan dedaunan.

Pohon besar menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya. Ia seperti habis mendapat terpaan kata yang mebuatnya menyadari kecerobohannya.

Lalu ia berkata "maafkan aku yang berkata tak sopan kepada mu, dan terimakasih sudah membantuku untuk menjadi seperti ini. Aku berjanji akan sekuat tenaga menjalankan fungsi ku sebagai jantung hutan ini"
ia menarik nafas kembali, lalu melanjutkan dan kalian semua, ku ucapkan terimakasih. Dan aku mohon bantuan kalian untuk menjaga hutan ini bersama".

Seketika itu hutan menjadi ramai, Pohon-pohon bersorak setelah mendengar perkataan pohon besar. Perkataannya seperti angin segar yang berhamburan ke seluruh penjuru hutan timur, Pohon-pohon menggugurkan daun-daun mereka, seolah sedang merayakan kemenangan. 

Dan rumput-rumput semakin erat saling berangkulan, ada kejadian besar yang sedang terjadi di hutan ini.
Pohon besar pun tersenyum, tumbuhan rambat juga tersenyum. Pohon besar malah memberi kesempatan untuk tumbuhan rambat dengan merekahkan ranting-rantingnya, mempersilahkan dia untuk tumbuh di tubuhnya.

"asal aku mampu bertahan oleh tekanan mu, aku akan semakin kuat untuk melindungi semuanya" ujar pohon besar dalam hati
"aku akan terus menekan mu supaya engkau lebih mampu menjaga semuanya" ujar tumbuhan rambat dalam hati pula.

Penulis adalah Moh. Iduzzaman
Mahasiswa Untag 45 Babyuwangi
Aktif di PMII sebagai Ketua I bid. Kaderisasi di Komisariat PMII Untag 45 Banyuwangi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"CADRE"

PK PMII Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi Galang Donasi