PC PMII BANYUWANGI ABSEN 5 KALI AKSI SELASA KLIWON WARGA TUMPANG PITU. PARADIGMA APA YANG MEREKA PAKAI ?

Foto Moh. Rizal Rofiq
Sumber: Instagram

Oleh: Moh. Rizal Rofiq
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Untag 45 Banyuwangi semester IV. Penulis  masih berproses di PMII Untag 45 Banyuwangi hingga saat ini.

Selasa 09 Juli 2019, tepat kali ke lima aksi selasa kliwon di gelar oleh warga tumpang pitu. Selasa kliwon merupakan bentuk perlawanan warga terhadap pengerusakan lingkungan yang di lakukan secara rutin. Dilihat dari acara selasa kliwon yang ke lima ini hanya ada beberapa warga, komunitas, dan mahasiswa yang tergabung di dalamnya. 

Mahasiswa sebagai agent of change, tidak di benarkan menutup mata dan telinga akan keadaan sekitar. Begitupun organisasi kelembagaan mahasiswa. Melihat situasi tsb, penulis yang berlatar belakang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengacu pada paradigma sebagai pegangan dalam melihat, menanggapi, dan menyikapi konflik sosial yang ada seharusnya PC PMII Banyuwangi telah melakukan advokasi masyarakat. Namun, jangan kan advokasi terlihat dalam aksi rutinan selasa kliwon pun nihil. 

PC PMII Banyuwangi seharusnya lebih paham tentang paradigma PMII. Salah satunya dirasa masih relevan sampai saat ini adalah paradigma kritis transformatif. Paradigma sendiri merupakan sebuah sudut pandang namun dapat di artikan menurut ketua PC PMII Jember Sahabat Hamdi Hidatullah saat menyampaikan materi pada PKD UNMUH Jember "paradigma adalah suatu cara mengimplementasikan nilai dan moral untuk menyelesaikan masalah masalah yang ada" Terlihat dari pengertian Paradigma sebagai sudut pandang, PC PMII Banyuwangi tidak memiliki sudut pandang yang jelas.  Mereka mungkin enggan melihat konflik sosial-ekonomi-ekologis yang ada. 

Kritis sendiri dalam pengertian 4 tokoh dunia antara lain pertama menurut Immanuel Kant: adalah suatu cara menemukan kebenaran. Namun PC PMII Banyuwangi gagal dalam menemukan kebenaran dalam masalah sosial yang ada di kabupaten banyuwangi.

Terbukti dengan mereka diam berarti melancarkan pengerusakan lingkungan (gunung tumpang pitu).  Kedua menurut Hegel: adalah suatu proses totalitas berpikir. Dalam hal ini PC PMII Banyuwangi gagal dalam totalitas berpikir sehingga mereka bungkam, diam dan tidak ada gerakan nyata dalam masalah pertambangan ini. Ketiga menurut  Marx: adalah sebagai usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi yang dihasilkan oleh penguasa di dalam masyarakat.

Dalam hal ini PC PMII Banyuwangi juga gagal dalam mengemansipasi lingkungan hidupnya atau tempat lahirnya yaitu Banyuwangi dari penghancuran alam. Dan yang terakhir menurut Madzhab frankfut: ia memandang kritis sebagai refleksi dan analisis psikoanalisanya. Artinya adalah orang bisa melakukan sesuatu karena keinginan untuk hidupnya sehingga manusia melakukan perubahan. Dalam hal ini PC PMII Banyuwangi juga gagal karena mereka diam berarti menunjukkan ketidak inginannya dalam melakukan perubahan untuk lingkungan nya. 

Selanjutnya transformatif melengkapi teori kritis dalam paradigma kritis transformatif yang dimiliki PMII. Transformatif diartikan sebagai perubahan. Perubahan yang tidak hanya menumpukan pada revolusi politik atau perubahan yang tidak hanya bertumpu pada agen tunggal entah itu kaum miskin, buruh, atau petani. Tetapi perubahan yang serentak yang dilakukan secara bersama. 

Banyak sekali model transformatif yang bisa di manifestasikan pada dataran praksisnya. Antara lain tranformasi dari elitisme ke populis. Artinya transformasi ini menggunakan model pendekatan , bahwa mahasiswa dalam melakukan gerakan sosial harus setia dan konsisten dalam pendampingan masyarakat. Transformatif ini bisa dilakukan PC PMII Banyuwangi kalau mau, karena PMII merupakan organisasi berbasis mahasiswa.

Kedua transformasi dari negara ke masyarakat. Menurut marx negara sebagai penjelmaan roh absolute yang harus di taati kebenaran dalam memberikan kebijakan terhadap rakyatnya. Model ini bisa dilakukan dengan kritik terhadap negara apabila kebijakan negara menyimpang. Kritik  bisa dilakukan dengan banyak cara lewat media, demonstrasi, dll. PC PMII Banyuwangi saya kira lebih paham.

Dan masih ada dua model transformatif lainnya antara nya dari struktur ke kultur dan individu ke massa. Saya yakin PC PMII Banyuwangi khususnya ketum lebih pintar daripada saya yang kader biasa. 

Di akhir penulisan PC PMII Banyuwangi saat ini tidak menggunakan paradigma yang jelas, dengan mereka hanya menutup mata. Yang jelas PMII bukan organisasi intelektualitas saja, PMII adalah organisasi gerakan. Bukan hanya biru sebagai lambang kedalaman dan keluasan ilmu. Namun ada warna kuning sebagai indentitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran semangat yang selalu menyala serta penuh harapan dalam menyongsong masa depan. 

SALAM PERGERAKAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"CADRE"

PK PMII Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi Galang Donasi