Dinamika politik kekuasaan PMII Banyuwangi.
PMII UNTAG 45 BANYUWANGI-"Politik cuma sarana". Begitu kiranya tulisan Taufiq WR dalam bukunya yang berjudul agama para bajingan. Tulisan ini diambil dari karya beliau, kiranya tepat dalam menggambarkan kontestasi politik hari ini yang tidak bisa di artikan secara sempit. Artinya politik diartikan secara luas, dalam kehidupan nyata maupun proses dalam ber-PMII.
Menjelang konfercab. Qola atau berkata kawan Ali bin abi thalib: "barangsiapa beriman pada dunia, maka dunia akan mengkhianatinya". Kiranya menjadi pengingat bagi sahabat/i dari pengalaman politik konfercab tahun lalu yang tak mudah, berakhir dramatis dan tragis bagi Kaderisasi. Menciptakan blok dan gengsi. Barangkali keinsafan dan penyesalan. Nasehat suci, bagi setiap kader dan anggota PMII agar mawas dalam politik kekuasaan.
Berhati hati dalam sebuah politik kekuasaan. Jangan di perebutkan secara mati matian dan memakai segala cara yang merusak proses kaderisasi, konstruk bepikir, dan idealisme kemahasiswaan.
Sahabat/i PMII se-banyuwangi. Meminjam karya mas Taufiq wr. Kekuasaan tak pernah utuh, tak pernah kokoh. Mempertahankan ambisi dan khayalan kekuasaan hanyalah menghasilkan delusi. Di dalam perhelatan konfercab yang mendebarkan, komisariat pengusung tak pernah mau kalah. Delusi kemenangan seringkali menjadi penyakit bagi yang kalah. Ingat, kemenangan dan kekuasaan itu palsu. Keharusan menang membuat bertarung sejadi jadinya, merusak idealismenya dengan politik money pada prosesnya. Mungkin yang seperti itu yang disebut mengimani dunia. Dalam hal ini adalah politik.
Politik kekuasaan hanya menyisakan satu yaitu kesangsian. Ia meragukan kesetiaan. Yang ada hanya penghianatan. Perlu di ingat, bahwa kita adalah sahabat. Satu barisan dan angkatan dalam mars PMII. Perlu jiwa saling besar membesarkan dalam menghadapi perang politik kekuasaan dalam konfercab. Simpelnya adalah legowo, saling menerima. Agar tidak berimbas pada proses kaderisasi.
Kembali pada politik cuma sarana. Mungkin disini sebagai sarana, ia gampang menjadi Tuhan. Karena dalam perhelatannya manusia bermain main terlalu jauh dengan api ambisinya yang sangat mematikan. Seolah olah kadang kader maupun anggota lupa bahwa politik yang ia jalani hari ini adalah politik proses. Yang artinya bukan politik pragmatis. Sehingga tidak menyebabkan keretakan antara Kaderisasi yang mengandung nilai nilai didalamnya hancur keidealisannya karena politik konfercab yang dibawa. Jangan sampai politik yang hanya sebagai sarana disetubuhi oleh kepentingan politik elektoral, atau oknum yang membawa nama PMII demi kepentingan pribadinya.
Harapan besar kedepan adalah PMII Banyuwangi kembali pada khittohnya. Mungkin ajang konfercab yang menentukan siapa pemimpin PMII Banyuwangi harus bersih dari money politik, plesteran senior, dan kepentingan individual atas nama PMII. Agar imbasnya tidak pada proses kaderisasi.
Qola Kawan Ali bin Abi Thalib "Barang siapa yang beriman pada dunia, dunia akan menghancurkannya".
Penulis : sahabat ando.
Edit: yang atas money politik bukan politik money sahabat.
BalasHapusWah
BalasHapusLahirnya organisasi PMII dilatar belakangi salah satunya karena carut marutnya perpolitikan di Indonesia. Berangjat dari fenomena itu, kader PMII harus bisa berperan bukan baperan dalam menyikapi kontestasi politik elektoral. Jika politik sepakat kita artikan sebagai seni, maka bersenilah dengan baik untuk kemaslahatan bersama. Dalam hal ini, posisi menentukan hasil akhir dan netral adalah sikap terendah dari semua sisi.
BalasHapusTentunya politik yang membebaskan bukan? Lagi lagi politik harus di tempatkan sebagai sarana bukan tujuan
Hapusmerdeka dalam politik.
BalasHapusHembusan politik selalu menghantui...
BalasHapus