Ujung tombak kaderisasi dipolitisi
PMII UNTAG 45 BANYUWANGI-Miris: Pergantian kepengurusan menjadi sebuah ajang unjuk taring kepemimpinan periode selanjutnya. Energi baru, semangat baru, begitupun kepengurusan baru. Seharusnya. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia alias PMII namanya. Organisasi pengkaderan mahasiswa. Termasuk organisasi terbesar di Indonesia dengan kurang lebih 240 cabang yang tersebar di seantero negeri. Belum lagi jumlah komisariat dan rayon di bawahnya.
Dari banyak nya jumlah komisariat dan rayon di tiap tiap daerah, menjadikan PMII sebagai organisasi dengan kader terbanyak se Indonesia. Saya meyakini itu. Nah, dari sini mulai terdapat perbedaan antara komisariat kecil dan komisariat besar. Dengan jumlah tentunya. Memang tidak menafikan, sering kali kuantitas menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan satu kepengurusan. Ada komisariat tanpa rayon dan ada komisariat dengan rayon. Ada rayon atau tidak, memang menjadi ciri ketika seseorang memandang.
Namun, titik fokus nya adalah mampukah kepengurusan menciptakan kader sesuai dengan tujuan PMII. Rayon sebagai kawah candradimuka nya PMII. Tingkat terkecil dari lembaga. Namun tidak bisa dilepas begitu saja meski sudah definitif. Artinya lembaga seperti komisariat dan cabang harus mampu mengkontroling kegiatan rayon. Jangan sampai, kebalikannya. Rayon atau Komisariat yang mengontrol kegiatan cabang. Seperti bebek menggiring gembala, jadinya.
Memang dalam berproses di PMII tidak hanya cukup jika disuguhkan materi saja. Itu sama dengan menyajikan doktrin dan tidak membebaskan. Materi saja tidak cukup, tapi perlu juga dinamika. Rumus simpelnya adalah materi ditambah dengan dinamika akan melahirkan karakter atau kontruksi berpikir. Membentuk kepribadian kader sesuai dengan cita cita dan tujuan PMII.
Namun perlu digaris bawahi dinamika yang seperti apa. Rayon sebagai kawah candradimuka nya PMII merupakan ujung tombak Kaderisasi adalah murni semurninya tempat berproses harus bersih dari hal hal yang berbau politis. Lebih lebih pragmatis. Karena menjelang konfercab seperti ini rayon kerap kali di manfaatkan sebagai kepentingan politik.
Apabila dinamika yang dibentuk sudah berbau politis dan transaksional, hancurlah. Karena dalam NDP yang dimiliki PMII berlandaskan idealisme mahasiswa.
Sudah cukup dinamika yang tercipta sebagai kepentingan politik sesaat. Politik tanpa keteladanan adalah omong kosong. Banyak yang berteriak guna kaderisasi, tapi mencekik makna kaderisasi. Menerkam kaderisasi dengan uang. Hanya demi eksistensi dan kepentingan. Kiranya terjadi, maka celakalah. Sejarah yang dibuat adalah ketololan yang nyata. Mungkin kegelisahan Jurgen Habermas benar manusia dibelenggu oleh sistem yang kaku dan mekanis. Dan rayon hari ini tak jauh beda. Lantaran difungsikan sebagai politis.
Komentar
Posting Komentar
Kritik dan Saran Sangat Di Butuhkan Untuk Membangun Blog