Stop neo imperialisme, tolak omnibus law !!
PMII UNTAG 45 BANYUWANGI-Kamis 27 Februari 2020, kantor kesekretariatan PC PMII Banyuwangi. Menggelar kegiatan diskusi bertemakan "Kontroversi Omnibus Law : Solusi atau Delusi?". Dengan dihadiri beberapa komisariat dan rayon PMII se bwi.
"Dalam perspektif hukum, omnibus law tidak sama sekali dikenal di dunia perundangan undangan". Menurut Tejo Rifa'i.
Omnibu law sendiri dikalangan mahasiswa dikenal dengan kata sapu jagat. Biasanya omnibus digunakan di dalam negara yang menggunakan sistem undang-undang common law (artinya satu UU untuk banyak perkara). Tidak dengan negara seperti Indonesia ini yang menggunakan sistem perundang-undangan civil law (artinya tiap perkara di atur dalam UU khusus).
Menjadi kontroversi, omnibus law dirasa munculnya tidak berangkat dari kebutuhan rakyat tapi berangkat dari target pemerintah. Terkesan tergesah gesah guna mempercepat laju investasi di Indonesia. Apalagi omnibus muncul pasca pemilihan presiden. Menimbulkan kritik bahwa omnibus adalah hasil konspirasi penguasa dan pengusaha.
Dihapuskannya bayaran cuti haid, hajatan, hamil, melahirkan, dll. Lalu diperbolehkanmya jam kerja melebihi dari 8 jam. Dan ditingkatkannya jam lembur awalnya 3 jam perhari dan 14 jam perminggu menjadi 4 jam perhari dan 18 jam perminggu. Semakin memperjelas bahwa omnibus tidak lahir karena kebutuhan rakyat, melainkan target pemerintah. Bisa jadi kritik konspirasi penguasa dan pengusaha adalah benar.
Dihapuskannya bayaran cuti karena haid juga menarik untuk dibahas karena kaitannya dengan bias gender. Memperjelas antagonisme penguasa. Dan membuka lebar paradigma perempuan hanya dilihat bukan sebagai pekerja utuh tapi sebagai pekerja tambahan.
Padahal dalam teori marx sesuatu yang berlaku universal mencakup segala sesuatu yang parsial. Apa yang di maksud dalam universal adalah sesuatu yang dapat di berlakukan bagi semua orang dalam formasi yang berbeda. Bagi marx, dalam perkembangan masyarakat (materialisme sejarah) berlaku hukum yang universal, tetapi ke universalan itu mencangkup yang parsial. Dalam konteks relasi produksi dan akumulasi kekayaan yang berlaku universal dalam masyarakat kapitalisme tercakup bentuk bentuk khusus (parsial) mengenai nilai lebih melalui proses produksi dan reproduksi. Tetapi yang terlihat nilai lebih (surplus value) hanya di dapat dalam proses produksi sementara akumulasi nilai lebih dalam memproduksi manusia (reproduksi) di hilangkan.
Sedangkan yang terjadi pada dihapuskannya bayaran cuti haid, melahirkan adalah proses reproduksi. Menggambarkan dengan jelas negara berelasi dengan kapital. Karena hanya menggangap nilai lebih cuma pada tataran produksi yaitu kerja. Sedangkan pekerja yang mengambil cuti haid, melahirkan tidak bisa mendapatkan nilai lebih.
Jelas sekali, omnibus law hanya melahirkan gaya perbudakan baru. Di tambah dengan dibolehkannya perusahaan meningkatkan jam kerja lebih dari 8 jam. Pun begitu dengan di tingkatkan batas maksimum lembur kerja. Stop neo imperialisme!
Penulis : Sahabat ando
Mantap
BalasHapusDalam teori analisa sosial memang ketika pihak korporasi dan birokrasi berkoalisi, bisa dipastikan pihak yang dirugikan adalah rakyat bawah. Omnibus Law dalam perspektif NDP dan Aswaja adalah model neo-imperialisme dan neo-kapitalisme yang cenderung memberangus hak-hak asasi manusia. Saran saya agar tidak bias pembahasan di atas, maka juga dicantumkan secara spesifik pasal kontroversial beserta rekomendasi solutifnya mengingat kita masih sebagai kader pergerakan yang berparadigma kritis transformatif. Salam pergerakan!